![]() |
Capres Pilpres 2019 |
Jadi Presiden itu gampang. Asal
dipilih rakyat, jadi deh. Sesimpel itu sebenarnya sistem
politik di Indonesia. Gak aneh-aneh. Yang jadi persoalan bagaimana agar rakyat
memikihnya.
Jokowi mengambil jalan sedikit
repot. Ia bekerja keras melakukan pembangunan. Rakyat butuh jalan. Ia membangun
jalan dimana-mana. Ia membuka akses daerah-daerah terpencil. Transportasi
lancar. Arus barang dan orang lebih mudah. Harga jadi terjangkau. Ekonomi
bergerak.
Bukan hanya jalan. Jokowi fokus
membangun bandara, pelabuhan, bendungan, jembatan, embung, trayek tol laut. Dia
membangun rumah buat rakyat.
Rakyat miskin butuh penunjang
kehidupan, Jokowi membuat program KIP, KIS dan Tunjangan Kekuarga Harapan.
Sekolah gratis sampai SMU, berobat gratis, dapat tunjangan Rp10 juta setahun
pada 2019.
Indonesia dikuasai mafia. Jokowi
memulai langkah dengan memberantas mafia. Mafia minyak ditebas. Petral
dibubarkan. Mafia pencuri ikan di laut, ditenggelamkan. Mereka lari
terkaing-kaing. Mafia pangan dibersihkan. Mereka gak bisa lagi memainkan harga
pangan di pasaran.
Untuk melindungi rakyat dari
mafia tanah, Jokowi menggenjot program sertifikasi lahan. Dulu paling setiap
tahun hanya 500 ribu sertifikat diterbitkan. Padahal di Indonesia ini ada 80
juta bidang tanah yang harus disertifikasi. Masa kita harus menunggu 160 tahun
baru masalah sertifikat itu selesai.
Di tangan Jokowi capaian
sertifikat melonjak. Tahun 2017, targetnya 5 juta, malah berhasil sampai 5,7juta.
Tahun 2018, targetnya 7 juta sertifikat malah terbit 9 juta.
Rakyat butuh harga kebutuhan
pokok stabil. Jokowi fokus menjaga inflasi. Tahun 2018 inflasi kita gak lebih
dari 3% saja. Artinya harga kebutuhan pokok di pasar gak banyak berubah.
Menjelang lebaran atau tahun baru tidak ada emak-emak yang teriak harga-harga
naik.
Jokowi tahu membangun Indonesia
gak gampang. Wilayahnya luas. Rakyat hidup sampai pelosok. Ia mencanangkan
penegakkan sila ke lima: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka
lahirlah kebijakan BBM satu harga, tol laut, membuka daerah terisolir, dan
berbagai fasilitas di perbatasan.
Cara lainnya, Jokowi menjaga
kekuarganya agar gak ikut campur urusan negara. Anaknya jualan martabak dan
pisang goreng. Mantunya jualan kopi. Gak ada fasilitas negara untuk bisnis
mereka. Toh, dengan begitu mereka hidup juga. Normal dan bermartabat.
Dengan bekerja keras Jokowi
mengambil hati rakyat.
Prabowo-Sandi lain lagi cara
menarik hati rakyat. Ia tahu agar dipilih, rakyat harus menilai dirinya lebih
dari Jokowi. Tapi gimana caranya?
Prabowo gak mau repot menjaga
keluarga, misalnya. Keluarga besarnya banyak terlibat di Gerindra. Adiknya
Hasyim, jadi pentolan Gerindra. Kemenakannya, Aryo Joyohadikusomo, jadi anggota
DPR. Kabarnya dulu video syurnya bersama dua perempuan beredar di WAG-WAG.
Untuk dianggap lebih hebat dari
Jokowi, Prabowo sering mengeluarkan pernyataan bohong dan menakut-nakuti. Dia
bilang Indonesia akan punah. Dia bilang selang cuci darah di pakai bergantian
40 orang. Ia bilang ekonomi kita buruk. Omongannya berbeda dengan fakta.
Ia bilang hidup makin susah.
Padahal ekonomi kita diakui di seluruh dunia. Ia bilang kesejahteraan kita
setara negara di Afrika, seperti Haiti. Padahal Haiti letaknya bukan di Afrika.
Dan ekonomi kita masuk 16 besar dunia.
Ia tahu, prestasinya gak ada.
Karir militernya ambruk. Dia dipecat karena menculik orang. Selain itu ia tidak
punya pengalaman bersaing terbuka. Di Gerindra posisinya ajeg sejak awal partai
itu didirikan. Gak ada persaingan.
Salah satu caranya agar dipilih,
ia memanfaatkan dukungan kelompok agama. Simbol-simbol keislaman di
eksploitasi. Seolah Prabowo adalah pemimpin umat. Juara keislaman.
Tapi Prabowo bukan pembohong yang
cerdas. Masa pemimpin umat kepleset terus ketika bicara istilah-istilah agama?
Ketika diusulkan tes baca Alquran alasannya segudang. Citranya sebagai pemimpin
umat Islam, jadi bahan tertawaan.
Jokowi menarik hati rakyat dengan
prestasi dan kerja keras. Prabowo jualan dirinya dengan mengumbar ketakutan dan
kebohongan. Plus mengumbar embel-embel agama.
Rakyat yang butuh kesejahteraan
dan negara yang kuat cenderung berpihak pada Jokowi. Rakyat yang mudah tertipu
dan hobi mendengar horor tentang negara berada di bekakang Prabowo.
"Penilaiannya gak fair.
Jokowi pernah Presiden. Wajar kalau banyak prestasinya. Prabowo belum pernah.
Masa ditanyain prestasinya. Kan sama saja kita nanya apa prestasi Jokowi di
bidang militer? Gak ada kan?"
"Ada dong. Jokowi sebagai
panglima tertinggi. Posisinya di militer, jauh di atas Danjen Kopassus. Jauh dari prestasi militer
yang pernah dicapai Prabowo."
Bersyukurlah kita sebagai rakyat
Indonesia. Betapa mudahnya membedakan Prabowo dan Jokowi.
"Iya. Semudah membedakan
Ratna Sarumpaet dan Maudi Ayunda," ujar Abu Kumkum.
0 komentar